Anak pertama haruslah lebih dewasa, bisa menjaga adik-adiknya, lebih
mandiri, lebih sukses,dan lain-lain yang pada intinya harus lebih
superior dari adik-adiknya. Sedangkan anak bungsu adalah si manja yang
cukup berlindung di bawah ketiak orang tua dan yang harus dilindungi
oleh kakaknya. Lain lagi cerita jika dia si anak tunggal. Anak tunggal
adalah anak manja yang suka bikin onar, kurang bisa mengendalikan diri,
dan selalu mementingkan dirinya sendiri. Mungkin pernyataan-pernyataan
tersebut sudah tidak asing di telinga kita. Lalu apakah yang menjadi
penyebab hal-hal tersebut? Apakah memang ada kaitannya antara urutan
kelahiran seseorang dengan pembentukan perilakunya?
Urutan
kelahiran memang hal yang cukup menarik perhatian para peneliti,
khususnya peneliti saudara kandung. Dan sudah banyak sekali penelitian
yang dilakukan untuk mengetahui sampai dimana pengaruh urutan kelahiran
bagi pembentukan perilaku seseorang. Adapun beberapa peneliti yang
melakukan penelitian terhadap urutan kelahiran adalah Alfred Adler,
Sulloway, Francis Galton, Paulhus, Trapnel, dan Chen. Dimana hasil dari
penelitian mereka kurang lebih menunjukkan hal yang sama.
Adler
yakin akan pentingnya pengaruh urutan kelahiran dalam menentukan
perilaku dan kepribadian seseorang. Misalnya saja pada anak pertama.
Awalnya mereka adalah “anak emas“ dalam keluarga karena mereka adalah
satu-satunya anak dalam keluarga tersebut. Anak pertama tidak perlu
berbagi kasih sayang dan mutlak memiliki kasih sayang kedua orang tuanya
sampai saudara kandung lainnya lahir (adik). Dan kemudian mereka pun
harus belajar bahwa dalam kenyataannya mereka bukan lagi fokus utama
keluarga karena orang tua membagi kasih sayang dan perhatiannya dengan
saudara kandung yang lain. Perubahan yang tiba-tiba ini dapat mendorong
munculnya sifat kemandirian pada anak pertama, dikarenakan anak pertama
merasa harus berjuang untuk mendapatkan status dalam keluarga. Tidak
jarang pula anak pertama pada akhirnya juga mengembangkan peran sebagai
orang tua semu, yang bertugas untuk menjaga adiknya atau dengan kata
lain membantu orang tua dalam mengasuh adiknya. Sementara itu menurut
Adler, anak kedua lahir dalam situasi persaingan dan kompetisi. Hal ini
selain memberi dampak positif berupa dorongan bagi anak kedua untuk
mendapatkan pencapaian yang lebih besar, juga dapat menimbulkan rasa
minder atau rusaknya kepercayaan diri akibat kegagalan yang berulang.
Sedangkan anak terakhir biasanya lebih manja dari saudara kandung
lainnya. Mereka akan selalu dianggap “bayi dalam keluarga”.
Lebih
lanjut Adler membuat perumusan sebagai berikut:
Pandangan Adler tentang Sifat-sifat Anak Akibat Urutan Kelahiran
Anak sulung, sisi positif: Memerhatikan dan melindungi orang lain,
pengorganisasi yang baik, namun sisi negatifnya adalah penuh
kecemasan,perasaan berkuasa yang berlebihan, kebencian tidak sadar,
memaksakan diri untuk diterima, harus selalu menjadi “benar”, sementara
yang lain selalu” keliru, sangat kritis terhadap orang lain, tidak
kooperatif. Anak kedua: sangat termotivasi, kooperatif, sangat
kompetitif, bersaing secara moderat, mudah putus asa. Anak bungsu:
memiliki ambisi yang realistik, gaya hidup manja, bergantung pada orang
lain, ingin sempurna dalam segala sesuatu, memiliki ambisi yang tidak
realistik. Anak tunggal: dewasa secara sosial, perasaan unggul yang
berlebihan, perasaan koopertif yang rendah, pemahaman diri yang
dilebih-lebihkan, gaya hidup manja.
(Sumber: Theories of Personality, Jess Feist dan Gregory J. Feist)
Ide
mengenai urutan kelahiran sebenarnya sebagian besar berasal dari karya
Francis Galton. Penelitian tentang urutan kelahiran telah menghasilkan
penelitian yang banyak, diantaranya adalah anak pertama memang lebih
mungkin masuk perguruan tinggi dan mencapai kesuksesan karier sebagai
ilmuwan (Simonton, 1994), namun adik-adiknya lebih mungkin menjadi
kreatif, pemberontak, revolusioner, atau perintis.
Sulloway,
berdasarkan tinjauan terhadap 6000 biografi orang-orang terkenal dalam
sejarah Barat, menyimpulkan bahwa meskipun anak pertama menunjukkan pola
pencapaian yang tinggi, tetapi mereka cenderung kurang mendukung
pandangan revolusioner dibanding anak yang lahir belakangan. Sulloway
berfokus pada dinamika keluarga untuk menjelaskan pengaruh urutan
kelahiran dalam kecenderungan anak dalam menyatakan ketidaksetujuannya
dan dalam hal penerimaan ide-ide radikal. Anak pertama memiliki
kecenderungan mengadopsi strategi pertahanan hidup atau adaptasi yang
berbeda dari saudara kandungnya yang lain.
Urutan
kelahiran memiliki asosiasi dengan variasi-variasi dalam hubungan
saudara kandung. Anak pertama cenderung diharapkan untuk senantiasa bisa
mengendalikan diri serta memiliki tanggung jawab yang lebih
dibandingkan dengan saudara kandung yang lain. Sehingga dalam
berinteraksi dengan saudara kandung yang lain, anak pertama akan
memperlihatkan tanggung jawabnya dan mereka selalu berlatih untuk
mengendalikan diri mereka. Bila terjadi suatu konflik, tidak jarang
orang tua cenderung melindungi saudara yang lebih muda. Hal ini pulalah
yang menyebabkan terbentuknya rasa kemandirian dalam diri anak pertama,
tidak jarang pula pada akhirnya akan membentuk rasa iri dan permusuhan
pada anak pertama. Anak pertama lebih dominan dalam keluarga, kompeten,
dan berkuasa daripada saudara kandung yang lain. Sehingga mereka
diharapkan dapat membantu dan menjaga saudaranya yang lebih muda.
Para
peneliti memperlihatkan bahwa anak pertama atau saudara yang lebih tua
mempunyai sifat yang lebih antagonistik dan lebih menyayangi saudaranya
lebih dari sebaliknya. Sedangkan pada relasi saudara kandung yang
berjenis kelamin sama, terdapat suatu agresi dan dominasi yang lebih
besar daripada relasi saudara kandung berjenis kelamin berbeda.
Jika
melihat perbedaan-perbedaan dalam dinamika keluarga yang berkaitan
dengan urutan kelahiran, tidak aneh apabila anak yang lahir terlebih
dahulu dan yang lahir belakangan memiliki karakteristik yang tidak sama.
Anak yang lahir terlebih dahulu lebih berorientasi dewasa, sehingga
mereka terlihat lebih dewasa daripada saudara kandungnya yang lain.
Mereka juga mempunyai kecenderungan suka menolong, dapat menyesuaikan
diri, cemas, dan dapat mengendalikan diri dibandingkan saudara
kandungnya yang lain.
Orang tua memberi lebih banyak
perhatian kepada anak-anak yang lahir duluan dan ini berkaitan dengan
perilaku pengasuhan anak-anak yang lahir duluan (Stanhope & Corter,
1993). Orang tua mempunyai tuntutan dan standar yang tinggi terhadap
anak pertama. Tuntutan ini mengakibatkan anak pertama sering kali
memiliki karir akademik dan profesional yang memuaskan. Namun tidak
jarang pula, hal ini pulalah yang menjadi sebab mengapa mereka memiliki
rasa bersalah yang tinggi, cemas, sulit, mengatasi situasi yang tidak
memyenangkan dan lebih sering harus masuk klinik dan bimbingan anak
(Santrock, 1983)
Tidak demikian dengan anak tunggal.
Dalam kasus anak tunggal, kita sering mendengar konsep bahwa anak
tunggal adalah anak nakal yang manja. Dimana mereka mempunyai
karakteristik seperti sangat tergantung kepada orang lain, kurang
kendali diri dan cenderung egois atau mementingkan dirinya sendiri.
Tetapi para peneliti memberi suatu potret yang lebih positif tentang
anak tunggal. Mereka sering kali berorientasi prestasi dan
memperlihatkan suatu kepribadian yang menyenangkan, khususnya
dibandingkan dengan anak yang lahir belakangan dan anak-anak dari
keluarga besar (Falbo & Polit, 1986; Falbo dan Poston, 1993; Thomas,
Coffman, Kipp, 1993).
Sampai di sini mungkin kita
telah mempunyai pandangan tentang pengaruh urutan kelahiran, dimana
urutan kelahiran mungkin merupakan hal yang berpengaruh paling kuat
dalam memprediksi perilaku seseorang. Namun peneliti mempunyai pandangan
lain, seiring dengan meningkatnya jumlah keluarga, bahwa urutan
kelahiran terlalu dilebih-lebihkan. Para pengkritik menyatakan bahwa
bila semua faktor yang mempengaruhi perilaku diperhitungkan, urutan
kelahiran itu sendiri memperlihatkan kemampuan yang terbatas untuk
meramalkan perilaku.
Penelitian tentang urutan
kelahiran biasanya juga tidak membedakan efek urutan biologis dari efek
urutan pengasuhan. Misalnya saja, jika anak yang lahir pertama meninggal
saat lahir, anak yang lahir kedualah yang menjadi anak paling tua
(Friedman & Schustack, 2006).
Perlu digarisbawahi bahwa relasi saudara kandung itu bervariasi,
tidak hanya meliputi urutan kelahiran, tetapi jumlah saudara kandung,
usia, jarak usia, dan jenis kelamin juga masuk dalam variasi relasi
saudara kandung itu sendiri.
Selain itu, perlu juga
dipertimbangkan peranan temperamen. Para peneliti telah menemukan bahwa
‘sifat-sifat temperamental’ saudara-saudara kandung (“mudah” dan
“sulit”, misalnya), menentukan bagaimana saudara-saudara kandung dalam
keluarga cocok satu sama lain. Perlakuan yang berbeda oleh orang tua
kepada anak-anak, juga berpengaruh terhadap bagaimana saudara-saudara
kandung itu cocok satu sama lain (Stocker & Dunn, 1991).
Faktor-faktor
penting lain yang mempengaruhi perilaku anak adalah keturunan
(heredity), model kompetensi atau inkompetensi yang orang tua sampaikan
kepada anak-anak sehari-hari, model pengaruh teman sebaya, pengaruh
sekolah, faktor sosial ekonomi, faktor sosial kesejahteraan, variasi
kebudayaan, dan lain-lain (Santrock, 1983). Selain hal tersebut,
motivasi dalam diri individu juga mempunyai peran penting dalam
menentukan perilakunya. Namun tidak bisa kita pungkiri bahwa relasi dan
interaksi saudara kandung adalah dimensi yang penting dalam suatu
keluarga.
DAFTAR PUSTAKA
Feist, Jest & Gregory J. Feist. 2008. Theories of Personality Edisi Keenam. Yogyakarta: Pustaka Belajar
Friedman, Howard S & Miriam W. Schustack. 2008. Kepribadian: Teori klasik dan Riset Modern Edisi Ketiga. Jakarta: Erlangga
Santrock, John W. 2002. Life-Span Development: Perkembangan Masa Hidup Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga
Tidak ada komentar:
Posting Komentar