Kamis, 01 Mei 2014

Beberapa Tips dan Trik untuk Menyelesaikan Psikotes




         Saya tertarik untuk menuliskan ulasan singkat ini. Beberapa teman bertanya kepada saya tentang hal ini, yah mungkin dikarenakan saya adalah orang yang berkecimpung di dunia psikologi (maaf kalau ada beberapa yang telat saya respon). Baiklah, pertanyaan-pertanyaan seperti, “Bagaimana sih cara mengerjakan Psikotes?”, dan “Bagaimana cara agar saya bisa lulus Psikotes?”, serta “Soal-soal apa saja yang muncul dalam Psikotes?”
Begini, hampir di tiap-tiap test/ ujian/ recruitment pasti terdapat satu item ini (Psikotes) yang dimunculkan sebagai salah satu cara untuk melakukan penyeleksian. Psikotes ini secara pribadi saya menyebutnya sebagai cara suatu lembaga/ organisasi/ perusahaan untuk mengenali “siapa dirimu”. Ini bukan seperti UN (Ujian Nasional) yang memang mencari jawaban benar dan seragam, karena hanya terdapat satu jawaban benar yang dicari. Tidak, bukan seperti itu. Memang, peserta Psikotes akan memperoleh soal yang seragam dalam satu waktu, tapi kamu tidak dituntut atau dimutlakkan menjawab benar dan seragam. Kamu cukup menjawab sesuai dirimu. Namanya juga untuk “mengenali dirimu”, maka jawaban-jawaban yang muncul akan bercerita tentang “siapa dirimu”, jadi tidak perlu takut jawabanmu benar atau tidak. Psikotes bukan tes “siapa yang paling pintar diantara siapa”.
Nah karena ini merupakan salah satu cara untuk mengenal dirimu, maka upayakan pada saat mengerjakannya kamu menunjukkan performa terbaik dari dirimu. “Apakah saya harus browsing soal-soal psikotes dan kemudian belajar semalaman?” Sebenarnya menurut saya tidak perlu.  Cukup dengan cara-cara yang sederhana saja kok. Bagaimana caranya, saya ada beberapa tips dan trik untuk itu:
1.       Istirahat dan makan yang cukup.
      Ketika mengerjakan Psikotes dibutuhkan konsentrasi yang baik, dan tak jarang waktu (rangkaian waktu Psikotes) yang biasanya lama akan membuat badan dan pikiran menjadi lelah. Oleh karena itu, istirahat dan makan yang cukup, saya anjurkan untuk para peserta Psikotes (testee). Hal ini dapat membantu badan dan pikiran tetap fresh, tenang, serta dapat mengurangi ketegangan.
2.       Makan dan minum yang segar
     Makan dan minum yang segar dapat membantu badan dan pikiran tetap “terjaga”, misalnya saja sayur dan buah (bisa juga dijadikan jus). Mungkin tidak perlu over dalam konsumsi karbohidrat, karena berdasarkan pengalaman, berlebihan dalam konsumsi karbohidrat membuat saya mudah mengantuk.
3.       Menyimak instruksi dari tester (penguji) dengan baik
            Menyimak instruksi dengan baik sangat membantu dalam mengerjakan tes. Jika memang belum mengerti, maka ada baiknya bertanya kepada tester. Biasanya setelah membacakan instruksi, tester akan memberi kesempatan kepada testee (dalam hal ini dirimu) untuk bertanya jika memang masih belum jelas dengan instruksi yang dibacakan. Setiap item (bagian) tes akan menampilkan bentuk tes yang berbeda, yang otomatis berbeda pula cara mengerjakannya. Maka menyimak instruksi dari tester dengan baik akan memudahkan  pengerjaan tes.
      4.    Santai dan mengurangi ketegangan
      Mungkin tiap orang akan berbeda cara dalam mengurangi ketegangan. Jika memang merasa butuh untuk menarik nafas, maka ada baiknya itu dilakukan. Mengerjakan secara santai dapat membantumu berkonsentrasi dengan baik dan dapat mengurangi keletihan badan serta pikiran yang disebabkan oleh perasaan tegang.
5.       Merubah pola pikir tentang Psikotes
     Psikotes adalah cara perusahaan/ lembaga/ organisasi untuk mengenali dirimu, bukan sebuah ujian yang mutlak kebenaran jawabannya. Jadi santai saja dalam mengenalkan dirimu. Menunjukkan yang terbaik siapa dirimu, bukan “membaik-baikkan” dirimu. Mungkin istilahnya menjadi dirimu sendiri yang terbaik.
6.       Jika memang ternyata kamu tidak diterima
    Jika memang kamu sudah merasa menunjukkan siapa dirimu yang terbaik tetapi tetap tidak diterima, tenang saja. Ini bukan berarti hasil psikotesmu jelek, jawaban psikotesmu jelek, banyak yang salah (hehehe, berasa ujian semesteran), dan kamu orang yang bodoh. Bukan, sekali lagi bukan. Itu cuma berarti keahlianmu tidak sesuai dengan kebutuhan perusahaan, perusahaan itu mempunyai kriteria lain yang bukan dirimu. Jadi tetap positive thinking dan tetap semangat untuk menunjukkan siapa dirimu yang terbaik di tempat lain yang memang sesuai dengan dirimu.
7.       Berdoa 
      Jika memang kamu termasuk orang yang percaya dengan doa, maka berdoa sebelum mengerjakan tes bisa kamu lakukan. Paling tidak berdoa juga akan membantumu mengurangi ketegangan.

Oke keep relax, keep positive thinking... Good luck ^_^

Pangkal Pinang, 29 April 2014

Senin, 06 Februari 2012

Orang Gila Tetap Manusia


 Seringkali kita melihat banyak orang gila yang berkeliaran di jalan-jalan. Pernahkah terlintas di benak kita pertanyaan-pertanyaan tentang mereka? Apa yang terjadi pada mereka sampai mereka menjadi gila? Dimana keluarga mereka? Apa yang mereka pikirkan? Mengapa mereka berkeliaran di jalan?  dan berbagai pertanyaan yang lainnya.  Banyak yang seharusnya kita pikirkan tentang mereka. Kesejahteraan mereka serta pengobatan yang layak bagi mereka seharusnya tetap diberikan baik oleh masyarakat maupun pemerintah. Masyarakat seringkali hanya menganggap mereka sebagai sampah yang tidak berguna padahal mereka tetap adalah manusia yang sedang mengalami gangguan dan membutuhkan bantuan. Gila sendiri dalam dunia psikologi dan kedokteran disebut sebagai schizophrenia. Tetapi tidak semua orang dengan schizophrenia (ODS) adalah gila. Lalu apakah schizophrenia itu sendiri?
Schizophrenia merupakan salah satu gangguan jiwa (psikotik) yang dapat dialami oleh semua orang. Kata schizophrenia digunakan sejak tahun 1911, sebelumnya gangguan ini sudah dikenal sejak jaman Yunani dan Romawi tetapi gangguan ini dianggap sebagai ulah ‘roh jahat’. Sehingga pada jaman dahulu perlakuan yang diberikan kepada penderitanya adalah dipasung dan diasingkan. Gangguan ini ditandai dengan adanya perubahan ataupun ketidaksempurnaan pada fungsi otak sehingga kesadaran seseorang berubah. Mereka mengalami gejala positif (peningkatan sensitivitas, paranoid, halusinasi, dan delusi) dan gejala negatif (menurunnya aktivitas bergerak, menurunnya kemampuan berbicara). Para ahli kejiwaan sampai saat ini belum menemukan secara pasti apa yang menyebabkan terjadinya gangguan ini. Setiap orang memiliki kesempatan yang sama untuk mengalami gangguan ini, tetapi memang kemungkinan lebih besar dapat terjadi pada seseorang yang memiliki hereditas yang membawa gangguan ini atau yang serupa. Tetapi, gangguan ini tidak hanya dipengaruhi oleh hereditas melainkan juga oleh faktor psikologis seseorang dan lingkungannya.  Schizophrenia sendiri dibagi menjadi 5 tipe, yaitu:
1.        Paranoid Schizophrenia               : Ditandai dengan adanya halusinasi dan delusi tetapi tidak ada tanda-tanda disorganisasi pada cara berkomunikasi dan perilakunya.
2.        Disorganized Schizophrenia        : Ditandai dengan adanya ketidakselarasan dalam berkomunikasi atau berbicara dan perilakunya. Individu hampir tidak memiliki emosi untuk ditunjukkan dan emosinya sangat labil tetap tidak katatonik.
3.        Catatonic Schizophrenia              : Individu dikatakan katatonik jika ia memiliki minimal 2 gejala, antara lain: difficulty moving, resistance to moving, excessive movement, abnormal movements, and/or repeating what others say or do.
4.        Undifferentiated Schizophrenia    : Individu sudah memiliki gejala campuran yang mulai kompleks baik gejala positif maupun negatif dan tidak dapat digolongkan pada tipe di atas.
5.        Residual Schizophrenia                : Individu tidak mengalami gejala positif tetapi adanya peningkatan gejala negatif seperti tidak berbicara, tidak tertarik apapun.
Gangguan ini sebenarnya sama dengan gangguan yang lain yang dapat disembuhkan ataupun diperkecil gejalanya. Tetapi, sayangnya banyak strereotype atau stigma masyrakat atas schizophrenia ini. Masih banyak kita jumpai bahwa orag gila dianggap terkena ‘roh jahat’. Hal ini menimbulkan konsekuensi yang berat bagi ODS. Mereka akan dipasung dan diasingkan agar tidak mengganggu orang lain dan membuat keonaran. Selain itu, masyarakat menganggap bahwa jika ada keluarga yang mengidap schizophrenia maka hal itu merupkan aib sehingga banyak orang tidak mau menikah dengan seseorang karena takut keturunannya mengidap  schizophrenia juga.Banyak keluarga merasa malu karena seseorang di dalam keluarganya dianggap gila. Oleh karena itu, beberapa orang sengaja menelantarkan atau membuang ODS ke tempat yang bukan daerahnya. Saat ini semakin marak kabar bahwa di beberapa tempat tiba-tiba terdapat orang gila yang berkeliaran di sekitar mereka padahal sebelumnya tidak ada. Seperti yang terjadi di daerah kawasan hutan Maliran Blitar dan di rest area jalur Pantura. Penduduk sekitar mengaku sering melihat kendaraan maupun truk asing melintasi dan berhenti di kawasan tersebut pada malam hari dan tiba-tiba di esok paginya mereka melihat ada beberapa orang gila berkeliaran. Warga sekitar merasa resah karena tidak jarang orang gila tersebut meminta makanan kepada warga sekitar. Selain itu, mereka takut bahwa orag gila tersebut akan bertinda agresif.
Stigma di dalam masyarakat dan kurangnya partisipasi aktif dari masyarakat maupun pemerintah menyebabkan ODS mengalami diskriminasi. Tidak jarang ODS yang sudah dinyatakan sembuh masih harus merasakan anggapan ‘miring’ tentang diri mereka. Lalu, bagaimanakah sebaiknya penanganan untuk mereka? Terdapat beberapa perlakuan pada orang gila, yaitu:
1.        Isolation                           : Seperti yang banyak masyarakat lakukan yaitu mengisolasi dan mengasingkan ODS termasuk juga memasung.
2.        Deinstitutionalization       : Menempatkan ODS di institusi resmi yang menangani mereka seperti RRSJ dan dinas sosial.
3.        Homelessness                   : Perlakuan terhadap orang gila dengan cara obat jalan yaitu dirawat oleh keluarganya sendiri di rumah.
4.        Transinstitutionalization   : Perlakuan terhadap orang gila dengan jalan dibiarkan saja yaitu ditempatkan pada suatu tempat dimana dia bebas menjadi dirinya sendiri (dimana dia tidak akan menyakiti dirinya sendiri dan orang lain serta tidak mengganggu orang lain). Cara ini berangkat dari paham eksistensialisme yaitu setiap orang mempunyai hak untuk mengatur dirinya sendiri.
Menurut pendapat saya, perlakuan-perlakuan di atas kecuali isolation, akan dapat efektif diterapkan tergantung pada tingkat schizophrenia atau parah tidaknya schizophrenia yang dialami. Hal tersebut disesuaikan saja dengan keadaan keluarga dan ODS sendiri. Karena pengobatan yang diberikan kepada ODS juga tidak dapat dibilang murah. Terutama mengingat bahwa kebanyakan ODS harus mengkonsumsi obat selam hidupnya agar schizophren yang ia alami tidak memburuk dan ODS dapat beraktivitas layaknya orang normal. Hal ini juga tidak terlepas dari dukungan keluarga dan masyarakat yang berada di sekitarnya. Mereka membutuhkan orang lain yang menganggapnya normal dan mampu untuk beraktualisasi diri. Selain itu, memang perlu adanya upaya pemerintah dan dibantu oleh masyarakat untuk menertibkan atau menempatkan orang gila terutama yang berada di jalanan agar berada di tempat yang lebih layak. Optimalisasi peran dinas sosial perlu dilakukan agar mereka tetap mendaptkan kesejahteraan hidup. Selain itu, adanya peran masyarakat perlu ditingkatkan untk membantu kehidupan mereka. Seperti yang dapat kita lakukan adalah membantu mengedukasi masyarakat tentang schizophrenia itu sendiri dan menjelaskan kepada masyarakat bahwa gangguan ini dapat diminimalisir. ODS juga memiliki masa depan kecuali memang yang prognosisnya buruk. Selain itu, kita juga dapat membantu ODS untuk mendapatkan kelayakan hidup seperti meminimalisir diskriminasi pada mereka. ODS yang sudah dinyatakan sembuh dapat kembali beraktivitas dan bekerja secara normal. Oleh karena itu, melalui organisasi maupun LSM kita dapat membantu mereka untuk mendapatkan kembali apa yang menjadi hak mereka sesuai dengan kemampuan mereka. 

oleh: Adek Arianingsih

Keberadaan Permainan Tradisional dan Permainan Modern dalam Tumbuhkembang Anak


     Indonesia merupakan negara yang kaya akan seni dan budaya. Kekayaan seni dan budaya inilah yang kemudian menjadi ciri khas bagi kepribadian bangsa Indonesia. Salah satu bentuk seni rakyat di Indonesia adalah “dolanan” yang dilakukan oleh anak-anak di halaman rumah setiap datangnya bulan purnama. “Dolanan” inilah yang kemudian sering dikenal sebagai permainan tradisional bangsa Indonesia. Permainan tradisional menjadi permainan khas bangsa Indonesia, dan sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia yang mendasarkan segala sesuatunya dengan gotong royong, maka jenis dari permainan tradisional selalu mencerminkan kegotongroyongan.
     Permainan terus berkembang dari waktu ke waktu. Permainan ini kemudian tidak hanya dilakukan pada saat bulan purnama datang, namun juga sebagai kegiatan bermain anak sehari-hari. Anak-anak mengadakan suatu permainan di pekarangan rumah dan mengajak teman-temannya untuk turut serta. Mereka memanfaatkan bahan-bahan yang ada di sekitar mereka untuk dijadikan sebagai alat permainan. Peraturan yang dibuat disesuaikan dengan kondisi yang ada.
     Seiring dengan meluasnya globalisasi, maka jenis permainan pun tidak luput dari pengaruhnya. Terdapat jenis-jenis permainan baru yang masuk ke Indonesia. Permainan ini kemudian lebih dikenal dengan permainan modern. Adanya permainan tradisional dan permainan modern menimbulkan suatu pembandingan antara keduanya. Siapakah yang lebih unggul, permainan tradisional ataukah permainan modern?
    Sering kali dinyatakan bahwa permainan modern telah menyisihkan keberadaan permainan tradisional. Permainan tradisional menjadi jarang dimainkan dan hanya dikenal di daerah pinggiran saja. Permainan modern yang dianggap lebih mengikuti perkembangan jaman kemudian lebih dapat merebut hati anak-anak.  Beberapa ahli menyayangkan kondisi ini. Menurut mereka, permainan tradisional lebih mempunyai dampak yang positif daripada permainan modern. Permainan tradisional mengajarkan kepada anak tentang kebersamaan, sehingga dirasa lebih baik bagi perkembangan anak. Sedangkan permainan modern yang lebih mengajarkan sifat individualistik kepada anak dianggap mempunyai dampak yang kurang baik terhadap tumbuhkembang mereka. Namun apakah memang demikian? Apakah permainan modern memang hanya membawa dampak negatif bagi anak?

a.   Permainan tradisional
Permainan tradisional merupakan salah satu ragam dari kegiatan bermain aktif, yaitu kegiatan yang melibatkan banyak aktivitas tubuh atau gerakan-gerakan tubuh (Hurlock dalam Tedjasaputra, 2001). Permainan tradisional lebih banyak bersifat mengeksplorasi dan termasuk dalam jenis permainan dan olahraga. Maksudnya adalah permainan yang dimainkan memiliki aturan serta persyaratan yang disetujui bersama. Namun jika dilihat dari tahap perkembangan bermain, maka permainan tardisional termasuk dalam tahap cooperative play. Cooperative play adalah suatu kegiatan bermain bersama yang melibatkan kerjasama, pembagian tugas, dan pembagian peran (Mildred Parten dalam Tedjasaputra, 2001). Sedangkan menurut Jean Piaget, permainan tradisional termasuk dalam tahap social play games with rules atau kegiatan bermain yang aturan permainannya dibuat sendiri dan biasanya untuk anak usia kurang lebih 8-11 tahun. Menurut Rubin, Fein & Vandenberg and Smilansky, permainan tradisional termasuk dalam tahap bermain pura-pura dan permainan dengan peraturan, dimana bermain pura-pura biasanya dilakukan oleh anak usia 3-7 tahun dan permainan dengan peraturan untuk anak usia 6-11 tahun.
     Beberapa ahli menyatakan bahwa terdapat banyak muatan positif dalam permainan tradisional bagi perkembangan anak, antara lain:
1.   Mengembangkan kreativitas dan imajinasi anak
Sifat dari permainan tradisional salah satunya adalah mengeksplorasi, yaitu melibatkan suatu perencanaan dan pembuatan aturan oleh sejumlah pemain yang terlibat. Para pemain dituntut untuk kreatif menciptakan aturan-aturan yang sesuai, dan mengembangkan strategi agar dapat memenangkannya. Misal pada permainan congklak. Anak membuat peraturan permainan yang sesuai kemudian membuat suatu strategi agar dapat memperoleh biji milik lawan sebanyak mungkin. Sementara pada permainan pasaran, anak-anak menggunakan barang-barang yang ada di sekitar mereka sebagai alat permainan. Tumbuhan sebagai sayuran, kaleng sebagai tempat sup, batu sebagai telur, dsb. Hal ini dapat mengembangkan kreativitas dan imajinasi mereka.
2.   Mengembangkan kemampuan anak dalam menjalin hubungan terutama dengan teman sebaya (interaksi sosial)
Permainan tradisional umumnya dilakukan secara berkelompok. Hal ini kemudian dapat mengembangkan kemampuan anak untuk menjalin interaksi dengan teman sebayanya, misalnya dalam permainan pasaran, congklak, bola bekel, bentengan, dll.
3.   Mengembangkan kemampuan kinestetik dan motorik anak
Beberapa permainan tradisional lebih banyak melibatkan aktivitas fisik anak, misalnya saja lompat tali yang mengharuskan anak untuk melakukan lompatan agar bisa melewati tali yang direntangkan oleh kedua orang temannya, dan pada permainan bentengan anak-anak harus berlari mengejar lawan dan merebut benteng lawan. Melalui hal ini anak dapat mengembangkan kemampuan kinestetik mereka. Sementara pada permainan congklak dan bola bekel, anak dapat mengembangkan kemampuan motorik mereka.
4.   Permainan tradisional mengajarkan kepada anak untuk hidup sederhana
Peralatan dalam permainan tradisional mudah didapat dan tidak memerlukan biaya mahal, karena peralatan yang digunakan dapat diambil dari lingkungan sekitar. Melalui hal ini anak dapat belajar hidup secara sederhana dengan memanfaatkan apa saja yang ada di sekitarnya.

     Selain beberapa kelebihan di atas, juga terdapat beberapa kekurangan dalam permainan tradisional. Hampir semua permainan tradisional dilakukan secara berkelompok dan melibatkan sejumlah aturan dalam permainan sehingga yang dapat memainkannya hanyalah anak-anak yang sudah memasuki usia sekolah, terutama anak usia SD. Permainan tradisional membutuhkan ruang terbuka (outdoor), dan kebanyakan harus dimainkan di area yang cukup luas, hal ini menyebabkan permainan tradisional menjadi kurang fleksibel untuk dimainkan, mengingat semakin sempitnya lahan yang ada di perumahan sekarang ini. Jenis dan warna dari permainan tradisional juga kurang variatif, sehingga dapat mengurangi minat anak terhadap permainan tradisional. Anak juga kurang memperoleh rangsang dalam warna.
  
b.  Permainan Modern
Menurut Dra. Mayke S. Tedjasaputra, M. Si., dalam Nakita, permainan modern bisa dengan mudah menyisihkan permainan tradisional karena bentuknya yang variatif, begitu pula warna dan jenis permainannya. Permainan modern dapat dimainkan di mana saja dan kapan saja (jenis indoor). Selain itu, walaupun tanpa teman anak bisa memainkannya dengan seru. Ragam jenis permainan modern juga dapat mencakup seluruh usia. Jika dikaitkan dengan tahap bermain sesuai tahapan perkembangan kognitif anak menurut Rubin, Fein & Vandenberg and Smilansky, maka kelebihan dari permainan modern dapat dijelaskan sebagai berikut:
1)  Bermain fungsional (anak usia 1-2 tahun), yaitu hanya berupa gerakan yang sederhana dan berulang-ulang
2) Bangun Membangun (3-6 tahun), yaitu permainan dilakukan dengan membentuk sesuatu/ menciptakan bangunan tertentu, misalnya saja dalam permainan lego.
3) Bermain pura-pura (3-7 tahun), permainan dilakukan dengan menirukan kegiatan orang yang dijumpai dalam kegatan sehari-hari atau meniru peran imajinatif tokoh yang dikenal melalui film atau dongeng. Misalnya saja dalam permainan boneka Barbie.
4) Permainan dengan peraturan (6-11 tahun), yaitu dilakukan dengan memahami dan bersedia mematuhi aturan permainan, misalnya saja dalam permainan UNO, play station, perlombaan mobil tamiya, dll.

     Dari sini kemudian bisa dilihat bahwa sebenarnya permainan modern pun memiliki manfaatnya sendiri. Jenis dan warnanya yang lebih variatif dapat meningkatkan rangsang anak terhadap warna. Permainan modern juga dapat mengembangkan kreativitas anak misalnya melalui permainan rancang balok/ lego dan permainan mobil tamiya yang memberikan kesempatan pada anak untuk merancang dan memodifikasi mobilnya sendiri. Anak juga berlatih untuk mengatur strategi, misalnya dalam permainan UNO, mobil tamiya, dan play station.
     Beberapa permainan modern sebenarnya memiliki persamaan dengan permainan tradisional, hanya saja bentuk dan warnanya lebih variatif , misalnya saja permainan blay bade yang merupakan bentuk variasi dari permainan gasing, serta Barbie yang merupakan bentuk variasi dari permainan bongkar pasang dan boneka dari dahan tanaman pisang. Namun seperti halnya permainan tradisional, permainan modern pun memiliki kekurangan, antara lain:
1.  Seringkali permainan modern membutuhkan biaya yang mahal untuk dapat memperoleh atau memainkannya, sehingga tidak semua anak dapat menikmatinya.
2.   Anak menjadi individualis karena jenis permainan modern tetap dapat dimainkan meskipun tanpa teman.
3. Anak menjadi kurang terlatih untuk menjalin interaksi dengan teman sebaya, karena permainan modern kurang dalam sisi kerja samanya. Hal ini juga dapat membuat anak menjadi pribadi yang ingin menang sendiri.
4. Memang terdapat permainan yang dapat melatih kerja sama dan kekompakan tim, misalnya saja outbond, namun sekali lagi, untuk dapat memainkannya dibutuhkan biaya yang tidak sedikit karena para pemain harus menyewa instruktur dan alat permainannya.


     Melalui penjelasan di atas kemudian dapat dilihat, bahwa baik permainan tradisional maupun permainan modern mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing bagi perkembangan anak. Dra. Mayke S. Tedjasaputra, M. Si., dalam Nakita, menyatakan bahwa antara permainan tradisional dan permainan modern tidak ada yang lebih baik ataupun lebih jelek. Ia berpendapat antara permainan tradisional dengan permainan modern mempunyai manfaat yang saling melengkapi. Melalui permainan modern, anak-anak mendapatkan rangsangan yang bersifat kognitif, sedangkan yang bersifat fisik, kebersamaan, dan ketangkasan dapat diperoleh dari permainan tradisional. Permainan tradisional kurang diminati salah satunya disebabkan oleh orang tua yang lupa memperkenalkan permainan di masa kecilnya kepada anak-anak, selain karena memang semakin sempitnya lahan yang dapat dijadikan tempat bermain dan jenis permainan modern yang lebih menarik dan praktis untuk memainkannya. Oleh karena itu peran orang tua dibutuhkan untuk membimbing anak dalam aktivitas bermainnya. Orang tua dapat mengenalkan kepada anak beragam jenis permainan yang sesuai dengan tahap perkembangan mereka, baik berupa permainan tradisional maupun permainan modern. 


DAFTAR PUSTAKA

Tedjasaputra, Mayke S. 2001. Bermain, Mainan, dan Permainan. Jakarta: Gramedia
Ahira, Anne., ___, Permainan Tradisional, [online], (www.anneahira.com, diakses tanggal 5 November 2011)
Solahuddin, Gazali., ___, Lincah dan Cekatan Berkat Permainan Tradisional, [online], (www.tabloid-nakita.com/Panduan/panduan05223-01.htm, diakses tanggal 5 November 2011)